Semua
orang masih tertidur di atas bantal mereka, bersembunyi dalam selimut menutupi
diri dari dinginnya udara malam ini. Tapi entah apa yang membuat seseorang ini hampir
terjaga semalaman. Duduk di jendela kamar dengan kaki diangkat di pagar balkon.
Matanya mandangi sudut – sudut berlampu dan jalanan sepi. Sesekali mendongak
mencari tanda apakah bulan akan berganti. Bulu kuduknya sudah berdiri dari tadi
lantaran angin yang membawa udara dingin itu menusuk kulitnya dengan perlahan.
Kedua tangannya bersedekap menutupi lengannya yang tak tertutup kaos abu – abu
yang dikenakannya.
Air
mata gadis ini menetes lagi. Entah sudah berapa lama kegiatan menangis ini
berlangsung. Yang terlihat sekarang adalah mata sembab, hidung merah dan
lamunan kosong. Ransy nama gadis itu. Sesekali pikirannya kembali pada apa yang
terjadi beberapa hari terakhir ini.
“
Ayah, aku pamit les.. ” Ucap Ransy.
Hening..tidak
ada jawaban
Malamnya..
“ Assalamualaikum, aku pukang, ” Salam Ransy
Hening
tak ada jawaban
Suara
tv tetap menyala dan ada yang menonton. Tapi tak ada yang menjawab perkataan
Ransy. Di rumah itu hanya ada Ransy dan Ayah. Kedua orang tuanya berpisah 2
tahun lalu. Ransy sendiri juga bingung kenapa ayahnya bersikap dingin padanya.
Beberapa
hari tak ada percakapan panjang di rumah itu. Selalu Ransy yang mengawali namun
selalu berakhir dengan jawaban singkat sang ayah yang ketus. Ayah Ransy sering
menyindir Ransy akhir – akhir ini, tentu saja dengan sinis. Ransy hanya diam
saja mengingat bahwa tidak baik membantah orang tua. Namun, di dalam diamnya
Ransy menangis.
Di
sekolah, Ransy sangatlah bersemangat, hanya di sana dia bisa tersenyum. Banyak
kabar baik yang Ransy peroleh dari sekolah.
***
ENG LISH COMPETITION UNAIR
Di
tangan Ransy, sudah ada brosur lomba bahas ainggris. Dia terpilih untuk
mewakili sekolah dalam perlombaan tersebut bersamaa beberapa temannya. Ransy masih bingung harus bagaimana. Bagiamana
agar ayahnya tahu akan kabar baik ini. Lalu Ransy berniat untuk member
tahu ayahnya secara langsung. Siapa tahu
ayah akan memberi dukungan.
“
Ayah.. ! ” Panggil Ransy
“
Apa ? ”
“
Aku jadi wakil sekolah di English Competition UNAIR. ”
“
Ya sudah, belajar. ”
Ransy
terkejut. Hanya itu ? itu jawaban yang sangat tidak diharapkan. Itulah mengapa malam
ini Ransy termenung di jendela.Ransy baru saja menulis surat yang ia letakkan
begitu saja di meja. Berharap ayah akan membacanya padahal ia tahu itu mustahil
Dear, ayah
Hai ayah, aku putrimu, Ransy. Kau
tahu ? aku merindukanmu. Merindukan senyummu yang dulu, merindukan percakapan
panjangan kita, candaanmu, semangat dan motivasi yang kau berikan padaku. Ayah,
aku lelah sekarang. Bermain petak umpet bersama ayah sungguh melelahkan, ya.
Ayah sangat jago bersembunyi. Keman ayah sebenarnya ? Aku seperti tidak melihat
ayah. Ayah tahu sudah berapa banyak air mata yang aku keluarkan untuk mencari
ayah ? di kamar,kamar mandi, dapur, jalan, sangat banyak ayah. Sekarang pun aku
menangis.
Ayah, aku menyerah saja, ya.
Semenjak ayah berpisah dengan ibu. Aku merasa baik – baik saja dengan ayah.
Tapi dengan sikap ayah yang seperti ini, aku sendirian ayah. Benar – benar
sendirian. Ayah tahu ? aku sekarang sedang sakit. Sakit hati karena ayah.
Maaf jika selama ini aku hanya diam
saja. Aku tidak ingin membentakmu. Aku menerima semua tuduhanmu karena aku
tidak mau memarahimu. Aku masih putrimu, kan, ayah ? Iya kan ? Katakan kalau
aku masih putrimu. Aku merindukanmu, ayah. I love you..
Your Love
Putrimu Ransy
PUTRI NUR AZIZAH
25 Januari 2016
Komentar
Posting Komentar