Note : Cerpen ini sebenarnya cerpen biasa dan menurut saya jelek banget. Tapi daripada ditumpuk di folder laptop aja, kan sayang juga, Jadi saya post di sini. Dan maaf kalau ada yang nekat baca nanti jadi mual, masuk angin, bibir pecah - pecah dan panas dalam. *eh. :v peace :p
Payung Merah
Semua
orang masih tertidur di atas bantal mereka, bersembunyi dalam selimut menutupi
diri dari dinginnya udara malam ini. Tapi entah apa yang membuat seseorang ini
terjaga hampir semalaman. Duduk di jendela kamar dengan kaki diangkat di pagar
balkon. Matanya mandangi sudut – sudut berlampu dan jalanan sepi. Sesekali
mendongak mencari tanda apakah bulan akan berganti. Bulu kuduknya sudah berdiri
dari tadi lantaran angin yang membawa udara dingin itu menusuk kulitnya dengan
perlahan. Kedua tangannya bersedekap menutupi lengannya yang tak tertutup kaos
abu – abu yang dikenakannya.
“
Semuanya berawal dari payung merah milikmu. ”
Sedikit
senyum melintas di wajah sayu lelaki yang disinari cahaya lampu.
Lelaki
itu tidak mengetahui jika di waktu yang
sama namun di tempat yang berbeda seorang gadis duduk bersandar di kasur merah
muda. Memandang payung warna merah yang tersandar di sudut kamar.
“
Apa yang kemarin itu benar – benar terjadi ? ”
“
Aku berada satu payung dengan dia. Aku tidak kenal dia tapi aku senang. ”
Sanyum
manis mengembang di wajahnya lalu segera menarik selimut karena jam sudah
menunjukkan pukul tengah malam.
Lelaki
itu masih saja memandang jalanan tanpa terlintas rasa kantuk di matanya.
Padahal besok pagi adalah hari dimana guru killer akan mengajar di kelasnya.
Mungkin kucingnya dari tadi sudah bosan melihat pemililknya duduk di jendela
dan membiarkan udara dingin masuk kasur kecil miliknya. Tapi Hito tidak
pedulikan hal itu.
KRING…
KRING… KRING…
“
Waaa… ”
Hito
hampir saja terjatuh dari jendela lantai dua lantaran terkejut mendengar suara
alarmnya sendiri. Entah pukul berapa tadi malam dia berhasil memejamkan mata
dan tertidur di jendela. Mengambil handuk lalu lekas mandi adalah hal yang
berat dilakukannya disaat matanya masih ingin tidur.
***
“ Hito ! ”
Yang dipanggil namanya menoleh ke
belakang, ia mendapati temannya Leon menghampiri dengan tergesa – gesa.
“ Kenapa ? Kok buru – buru gitu ? ”
“ Enggak, Cuma tungguin gue aja,
sekalian mau ngasih kabar kalau nanti tanding basket lawan SMA sebelah nggak
jadi. ”
“ Lah kenapa ? Bukannya mereka yang
nantang ya ? ” Tanya Hito
“ Tau tuh. Tadi gue dibilangin sama Tomi.
Katanya dia ketemu sama anak SMA kemarin dan ternyata si Dodit tuh, ketuanya
batalin gitu aja. Kan nggak asik men ! ”
“ Palingan mereka takut duluan… Ya
nggak bro ! ” Ucap Hito sambil memukul pundak Will yang sebenarnya tidak tahu
apa – apa.
“ Apaan sih, To ? Baru sampai juga
maen iya iya aja. Pakai mukul segala lagi ! ” Sewot Will
“ Yah, sewot dia. Bilang iya aja apa
susahnya sih ? Biar si Hito ini senang gitu..” Leon cekikikan sembari masuk ke
dalam kelas.
“ Oh gitu. Iya Hito sayang..” Genit
Will sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Hito.
“ Hiii… amit – amit deh Will..”
***
Sore ini hujan deras kembali
menguyur kota. Membasahi sudut – sudut kota bersama lampu yang mulai menyala.
Matahari semakin turun dan langit mulai gelap. Namun lagi – lagi lelaki ini
tengah sendirian dengan sepeda hitam – putih miliknya. Nasib sial menghampiri,
ban sepeda Hito kempes terkena ranjau di depan pertigaan. Dengan basah kuyup
mendorong sepeda dan membiarkan seragam sekolanya basah.
Tiba – tiba ia tak merasakan hujan
mengguyur tubuhnya lagi. Ketika ia mendongak ke atas, dia melihat di atasnya
sudah ada payung berwarna merah yang memenuhi pikirannya semalam. Hal itu
terjadi lagi.
“ Kenapa sepeda lo ? ” Tanya gadis
itu
“ Oh, bannya kempes. Kayaknya ada
paku tapi tambal ban tutup. Sudah sore juga kan ini. ” Jawabnya mencoba sebiasa
mungkin.
Tak ada dialog lagi diantara mereka berdua.
Masing – masing Tak ada yang memulai tuk bertanya. Entah hingga kapan…
Sesampainya di persimpangan jalan mereka harus berpisah. Senyum mereka saling
bertautan senada dengan lambaian tangan mereka. Tubuh Hito kembali basah oleh
terpaan hujan yang dengan anarkis turun keroyokan. Tapi Hito berterima kasih
pada hujan, ranjau, ban yang kempes, dan payung merah. Karena setelah kejadian
hari itu, akan ada pertemuan ke – tiga, ke – empat, ke – lima dan seterusnya
antara Hito dengan gadis payung merah. Karena, kisah mereka baru saja akan
dimulai…
Komentar
Posting Komentar