Langsung ke konten utama

Help Me... !


            Malam hari di taman belakang, seorang pria duduk sendirian di ayunan warna putih. Matanya terpejam, bibirnya bersenandung, kakinya mengayun pelan. Suasana malam itu juga sangat mendukung suasana hatinya yang menginginkan ketenangan. Tak ada suara lain selain senandung lembut yang keluar dari bibirnya. Mungkin saat ini jangkrik sedang mendengarkan merdunya suara pria itu, itulah sebabnya tak ada suara jangkrik yang beradu seperti biasanya. Sunyi. Damai.
            BRAK...
            “Jimin !”
           Oh tidak, suara itu terdengar lagi. Membuat pria yang tadinya merasakan ketenangan mengernyitkan dahinya. Matanya sipitnya terbuka perlahan, menatap kosong rerumputan basah yang ia pijak sambil menghembuskan nafas berat seperti biasanya.
Dirogohnya saku sebelah kanan, mengambil sebuah tabung berisi pil berwarna putih. Pria itu lalu membuka tutupnya dengan perlahan seakan memilah – milah mana yang ingin ia ambil meskipun tak ada satupun dari pil itu yang berwujud beda. Meletakan satu pil di telapak kanannya, menimbang – nimbang sebentar, lalu akhirnya ia memutuskan untuk menambahkan dua pil lagi. Tangannya seakan ragu ingin memasukkan benda itu ke dalam mulutnya atau tidak.
“Kau aka bertemu eomma-mu setelah memakakn obat ini. Percayalah...”  
Kata – kata seorang pria yang lebih tua darinya seminggu yang lalu terus terputar di otaknya, membuatnya bertanya – tanya pada dirinya sendiri “Apa harus sesakit ini caranya ?”
Setelah menimbang – nimbang sekali lagi, dua pil sudah masuk ke dalam tenggorokannya. Tak butuh waktu lama hingga obat itu bekerja. Samar – samar ia tak lagi mendengar keributan di dalam rumah lantaran Jimin mencoba untuk berjalan. Oh, aku lupa memberi tahu bahwa Jimin tidak bisa berjalan setelah kecelakaan tujuh tahun yang lalu. Membuatnya terus berada di kursi rodanya dan mendapat kasih sayang juga perhatian lebih dari orang tuanya. Sehingga pria satu ini merasa kehilangan apa yang seharusnya ia dapatkan. Itulah kenapa Jung Hoseok, pria yang sedari tadi duduk di ayunan memilih tenggelam dalam halusinasinya sendiri. Kembali pada masa kecilnya yang indah dan bahagia. Saat sebelum ia ikut ayahnya dan harus tinggal bersama ibu tiri dan adik tirinya. Saat dimana ia belum kehilangan hampir semuanya. Ya, setidaknya belum semuanya.

***

Seorang anak berlari menghindari kejaran ombak yang menuju ke arahnya. Bajunya sudah basah dari tadi, pasir memenuhi saku celananya, dan juga rambutnya entah bagaimana bentuknya. Anak itu terus berlari menuju dua orang yang menunggunya di kursi rotan. Eomma dan appa. Appanya melentangkan tangan sambil menangkap anak itu ke dalam pelukannya. Lalu menggendong putra kesayangannya untuk duduk. Eomma si anak ini menyodorkan es kelapa muda diiringi senyum paling manis, mengacak – acak rambut anaknya sebentar lalu mendaratkan kecupan singkat di dahinya.
“Eomma, aku tadi melihat kerang yang sangat besar di sana.” Anak itu menunjuk tempat ia bermain tadi.
“Oh ya ? tidak kau ambil ?”
“Aku kasihan, nanti dia tidak bisa bertemu keluarganya lagi,” Jawabnya polos.
“Omo ! Jung Hoseok... sejak kapan kau jadi penyayang binatang seperti ini ? hmm ?” Kini Appanya berjongkok untuk menyejajarkan tinggi dengan putranya, Jung Hoseok.
“Aku memang tidak suka binatang, tapi aku tidak akan menyiksa binatang, Appa.” Jawabnya sambil menyeruput es kelapa muda yang ia pegang di dua tangan mungilnya.
Siapapun yang melihat keluarga ini akan sangat iri, melihat kasih sayang yang ada dalam keluarga itu, seakan tidak akan pernah habis. Lihatlah bagaimana Eomma dan Appa Jung Hoseok yang memberikan kasih sayang yang tiada tara untuknya. Karena hidup dengan kasih sayang itu, terciptalah Jung Hoseok dengan kepribadian yang sangat baik.
“Hoseok sayang Eomma dan Appa.”
CUP
CUP
Hoseok mencium singkat pipi kedua orang tuanya sebelum akhirnya ia kembali berlari menuju tepi pantai melanjutkan bermain yang ia anggap sebagai petualangan.

***

“Hyung... apa kau tak masuk ?” Jimin menepuk pelan pundak Hoseok. Sebenarnya ia tak tega membangunkan hyungnya yang sepertinya tertidur sangat pulas. Namun mengingat ini sudah malam dan angin semakin dingin, ia tak ingin hyungnya itu sakit lantaran tidur di luar.
Hoseok mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. Kepalanya terasa berputar dan penglihatannya buram. Ia tahu ini karena apa, tentunya pil yang ia konsumsi tadi. Saat ini ia berusaha setengah mati agar terlihat tenang di hadapan dongsaengnya agar tidak curiga.
“Ini jam berapa Jimin ? Tanyanya sambil mengira – ngira keberadaan Jimin. Pasalnya penglihatannya kini masih buram dan juga kepalanya yang makin berdenyut.
“Jam sebelas. Ayo masuk, lihatlah dirimu yang hanya memakai jaket tipis itu, apa kau tidak kedinginan ?”
Syukurlah kini pandangannya mulai berangsur kembali meskipun denyutan itu tetap ada. Sebisa mungkin ia menunjukkan senyum kepada pria yang duduk di kursi rodanya, Jimin.
“Ah ternyata aku ketiduran terlalu lama. Aku akan masuk sebentar lagi, aku ingin menikmti udara segar lebih lama,” Jawabnya tanpa menghilangkan senyum manisnya.
“Geurae... jangan ketiduran lagi, eoh? Aku tak mau kau sakit,” Ucap Jimin dan dianggukkan oleh Hoseok.
Jung Hoseok menatap Jimin kembali dengan mendorong kursi rodanya sendiri. Ia menatap punggung adik tirinya itu dengan tatapan iba. Meskipun Jimin mendapat kasih sayang dan perlakuan spesial dari orang tuanya, ia tak akan pernah bisa membenci Jimin. Ia sangat menyayangi adiknya, bahkan saat ini untuk adiknya itu ia menahan pusing di kepalanya lalu berjalan menuju Jimin.
“Aka kubantu.”
Kini kedua tangan Hoseok mendorong kursi roda Jimin hingga di kamar. Menuntun Jimin agar berbaring di tempat tidurnya, membenamkan selimut tebal, lalu mematikan lampu kamar Jimin. Tak lupa ia mengucapkan kata – kata yang selalu ingin ia dengar dari kedua orang tuanya.
“Tidur yang nyenyak, Jimin,” Ucap Hoseok sambil menutup pintu pelan.
Sebelum pintu kamar tertutup sempurnya, ia bisa mendengar suara Jimin yang mengantuk “Kau juga tidurlah yang nyenyak, Hyung.”
KLEK
Pintu tertutup. Tanpa Hoseok sadari, ujung bibirnya tertarik melengkung.Ya, ia tersenyum. Hoseok menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia menuju kamarnya sendiri yang berada di samping kamar Jimin.
Di kamar, tiba – tiba ingatannya kembali ke sembilan tahun silam ketika ia berumur 10 tahun. Dimana ada suatu peristiwa yang merubah seluruh hidupnya. Peristiwa yang menyebabkan ia harus terkurung dengan pil – pil yang memberikan tipu daya bagi otaknya. Yang mengepung Hoseok sehingga tidak bisa keluar dari benda yang seharusnya tak ia sentuh.

***

            “Apa kau tidak bisa menjaga anakmu sendiri ?”
            “Kau yang tidak bisa menjaganya. Kau bekerja hingga larut malam sampai lupa dengan keluargamu sendiri !”
            “Aku harus mengurus perusahaanku! Kau pikir apa tugasmu sebagai ibu? Mengurusnya dengan baik! Bukan menelantarkannya seperti ini !”
            “Apa? aku tidak menelantarkannya, aku hanya bekerja dan mempertahankan perusahaanku juga!”
            “Kau tidak seharusnya bekerja! Serahkan perusahaanmu pada adikmu itu! Rawat saja Hoseok dengan baik !”
            “Appa..” Tedengar suara anak kecil menangis di sela – sela pertengkaran suami-istri ini. Anak itu berjalan pelan menuju pelukan Appa-nya sambil menangis. Wajahnya pucat lantaran sakit.
            “Hoseok sayang, apa perutmu masih sakit ?” Tanya Appa khawatir.
            Hoseok mengangguk sambil memeluk Appanya. Kini Appa Hosoek menatap istrinya sengan tatapan benci.
            “Kita akhiri saja ini ! Akan kucari seorang ibu yang baik yang bisa mengurusnya dengan baik !”
            Bukan ! Bukan itu yang diharapkan pria kecil yang meringis kesakitan. Ingin sekali Hoseok kecil mengatakan sesuatu pada Appanya, bahwa ini bukan salah Eommanya. Ingin sekali Hoseok kecil meminta appanya untuk berhenti memarahi eommanya. Ia tahu bahwa eommanya menyayanginya, sangat menyayanginya.

***

            Hoseok tersenyum kecut melihat foto di meja. Tiga orang di dalam foto itu tersenyum bahagia sambil membawa es krim warna merah muda.
            “Mencari ibu yang bisa mengurusku dengan baik ?”
            Huh... bibirnya tersenyum masam, bola matanya berputar malas.
            Hoseok menutup foto itu agar ia tak lagi melihatnya. Ia baru ingat jika efek dari pil itu masih terasa, kini matanya semakin berat seakan membawanya menuju lebih jauh ke dalam halusinasinya. Menyuruhnya terpejam di kasur lalu terbuai dalam sesuatu yang semu (lagi).

***
            Jung Hoseok kecil berdiri di depan kaca besar di kamarnya. Hari ini ia belajar sutu hal yang baru, tarian baru untuk pementasan kelulusan kakak tingkatnya. Tubuhnya dengan lihai meliuk – liuk sambil bergumam membentuk irama sendiri. Berkali – kali ia mengulang gerakannya hingga ia merasa puas. Tak peduli keringat sudah membuat baju bagian belakangnya basah.
            CEKLEK
            Tiba – tiba Hoseok terdiam mengetahui ada orang yang masuk ke dalam kamarnya.
            “Eomma... aku malu..” Rengeknya manja lalu menyilangkan kakinya di atas kasur.
            “Kenapa harus malu ? Eomma hanya ingin melihatmu latihan saja,” Jawab Eommanya jujur.
            “Tidak mau, nanti aku jadi gugup dan lupa gerakannya.”
            Eomma Hoseok tersenyum melihat tingkah laku putranya yang kini merengek memintanya untuk pergi. Namun ia datang tidak hanya untuk melihatnya latihan menari seperti yang ia katakan. Ia ingin memeluk putranya dengan sangat lama. Pasalnya lambat laun, Hoseok juga akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga kecilnya. Eomma Hoseok ingin memberikan kasih sayang penuh sebelum hal yang ia takutkan benar – benar terjadi. Perceraian.
            “Hoseok sayang, sini nak.”
            Hoseok sedikit kebingungan dengan sikap eommanya kali ini. Namun ia menuruti perkataan eommanya untuk mendekat tanpa banyak pertanyaan. Lalu ia tenggelam dalam pelukane erat dan menghangatkan. Hoseok merasakan ada tangan lembut yang meguap surai rambutnya dengan sayang. Tanpa Hoseok kecil sadari, ada bulir – bulir bening yang jatuh dari wanita yang memeluknya.

***

            Pagi ini, sudah berkali – kali Jimin mengetuk pintu hyung-nya bermaksud mengajaknya sarapan. Namun karena tidak ada jawaban ia akhirnya membuka pintu kamar hyungnya yang tidak terkunci. Ia bisa melihat Hoseok tidur dengan selimut yang menutupi setengah badan. Jujur saja, Jimin jarang sekali masuk ke kamar Hoseok. Dan kali ini ia sedang di dalamnya, mengamati setiap sudut ruangan hyungnya yang didominasi oleh warna cokelat, laptop di meja masih terbuka dengan kertas yang berserakan di sampingnya, ada juga gumpalan kertas yang berserakan di lantai.
            Jimin mengambil salah satu kertas putih dengan tinta biru yang tergeletak di atas keyboard laptop begitu saja. “Mama.” Gumamnya getika membaca tulisan pertama di kertas itu, mungkin itu judulya.

time travel 2006nyeonui hae
chume michyeo eomma heorittireol jollamaessji
appa bandeedo maeil dallyeodeul ttae
aranggoshaji anho ttuiwojusin
kkumui jogakbe
but mollassji eommaui keun botaemi
pyeolchyeo issnun jireumgil anin
bijeul jwin i kkumui gil
(always) munjeu moneu eomeonin gyeolguk
(go away) tajiro ilhareo gasyeosseo
~dst~

            “Woah... Daebak !” Ucapnya setelah membaca seluruh isi kertas yang ia pegang, matanya juga terbuka lebar lantaran kagum. Ia sampai lupa apa tujuannya kemari karena ia masih terus membaca isi kerta – kertas yang lain.
            “Boy Meet Evil ?”
            Sebenarya Jimin juga bingung itu kertas apa. Puisi ? Lagu ? entahlah ia hanya bisa mengira – ngira tanpa tahu kebenarannya. Namun ia kembali lagi melihat kertas dengan tinta biru tadi, membacanya sekali lagi, lalu ingatannya kembali pada kejadian tujuh tahun silam. Ketika ia masih bisa berlari, ketika ia masih bisa menghadap kaca besar sambil membuat gerakan yang indah.

***

            Jimin berusia sepuluh tahun kala itu, anak laki – laki yang beru saja kehilangan ayahnya dua tahun sebelumnya, lalu ibunya memutuskan untuk mencari pasangan hidup yang lain, bagaimanapun juga ia membutuhkan seorang pendamping, dan jimin membutuhkan sosok ayah yang bisa melindunginya.
            “Park Jimin..” Sapanya pada anak laki – laki yang katanya akan menjadi hyungnya.
            “Jung Hoseok,” Balas anak itu sambil menerima uluran tangan dari anak yang katanya akan menjadi adiknya itu.
            “Ayo kita berbagi. Aku akan berbagi ibuku denganmu, dan kau harus membagi ayahmu denganku,” Ucap Jimin begitu lugunya dan Hoseok hanya mengangguk menyetujui.
            Itulah awal mereka menjadi satu keluarga. Keluarga yang saling berbagi kasih sayang dan pelukan. Keluarga yang selalu membantu beban di pundak setiap anggotanya. Keluarga yang selalu melempar senyum bagaimanapun keadaannya.
Hoseok dan Jimin memiliki hobi yang sama, yaitu menari. Hingga saat ini di rumah mereka terdapat studio khusus latihan menari untuk mereka berdua. Setiap hari sepulang sekolah, mereka pasti menghabiskan waktu di sana, membuat gerakan baru lalu mencobanya hingga benar – benar bagus.
BRUK
“Akh..”
Jimin terjatuh lagi. Tidak tersandung, tidak terkena kaki Hoseok, tidak pula mengantuk.
“Kau jatuh lagi Jimin,” Ucap Hoseok yang masih meneruskan tariannya. Seakan ia sudah biasa melihat Jimin terjatuh di sela – sela tarian mereka.
Tak ada jawaban dari jimin, ia hanya meringis terus mencoba untuk bangkit namun yang ia rasakan saat itu adalah kakinya yang bergetar. Ketika ia memaksakan diri untuk bertumpu pada kedua kakinya, ia terhuyung ke samping. Ia terjatuh lagi. Hoseok yang melihat itu pun merasa khawatir lalu menghentikan tariannya.
“Apakah sakit di kakiku ini sudah bertambah parah, Hyung ?” Tanya Jimin pada Hoseok.
“Apa kau merasa begitu ?”
“Apa itu artinya tak lama lagi aku tidak akan bisa menari lagi ?” Bukannya menjawab pertanyaan Hoseok ia malah lanjut bertanya “Apa aku akan lumpuh ?”
Setelah kejadian itu, tak ada lagi suara musik di ruangan dance. Tak ada lagi peluh keringat yang menetes di lantai, dan juga tak ada yang peduli dengan kaca besar di sana. Kini penyakit Jimin mengenai kakinya sudah benar – benar sangat parah. Ia memiliki kelainan dimana ia akan terjatuh dengan tiba – tiba karena kakinya yang mati rasa dalam sekejap dan tak bisa digerakkan. Dan kali ini, Jimin hanya bisa mendorong kursi roda kesana – kemari. Meninggalkan mimpinya untuk menjadi seorang penari, meninggalkan rencana awal hoseok dan jimin untuk menari bersama di acara kelulusan sekolah menengah mereka. Dan itu semua hanyalah menjadi harapan yang harus mereka pendam entah hinggga kapan.

***

            Jimin menggelengkan kepalanya setelah kepingan masa lalu itu terlintas di kepalanya. Ia sadar jika mengingat hal itu akan semakin membuatnya merasa lemah. Namun sampai kapanpun ia tak akan pernah bisa melupakan kenangan indahnya dengan menari. Karena itu adalah sesuatu yang sangat ia inginkan. Dan kini, setelah ia kehilangan kemampuan untuk berjalan, bukan hanya dia yang berhenti untuk menari. Melainkan Hoseok juga ikut berhenti. Kini kenangan dalam menari yang mereka rasakan telah hilang, sengaja memang untuk menghapus kenangan itu. Semua itu Hosoek lakukan untuk Jimin. Ia tak mau melihat adiknya mearasa sedih karena melihatnya menari sedangkan Jimin hanya bisa memandang. Akan lebih baik jika tak ada lagi tarian.
            “Hyung... kau tidak sarapan ?” Jimin menepuk pelan pundak Hoseok. Timbul sedikit kekhawatiran di raut wajah Jimin lantaran melihat begitu banyak peluh keringat di wajah Hoseok.
            “Hyung... apa kau sakit ?” Ketika menyentuhkan tangan ke dahi Hoseok, semuanya terlihat baik – baik saja. Namun itu malah membuat Jimin semakin khawatir.
            Hoseok sudah bangun. Ia sadar akan kehadiran adiknya. Ia juga ingin sekali menjawab semua pertanyaan Jimin sejak tadi. Ia ingin sekali membuka matanya lalu mendorong kursi roda Jimin menuju ruang makan. Sialnya ia masih tidak bisa keluar dari pengaruh obat yang ia minum tadi malam. Rasanya matanya masih berat, kesadarannya belum datang sepenuhnya, bahkan suara Jimin pun hanya samar – samar ia dengar. Hingga ia mendengar seseorang yang ia kenal mengatakan...
            “Sudahlah, biarkan saja dia. Ayo kita makan duluan saja.”
            “Tidak ! Aku ikut ! Aku ingin makan bersama kalian. Kenapa kalian malah meninggalkanku seperti ini. Tolong aku... aku tidak bisa bangun.”
            Hanya ada kata – kata yang tercekat, Hoseok masih belum mampu mengeluarkan suara sama sekali. Padahal ia ingin sekali berada dalam meja bundar bersama orang yang ia sayang, orang yang entah tidak tahu menyayanginya atau tidak.
Apakah efeknya harus selama ini ?”
Siang ini, Jung Hosoek sudah tidak berada di rumahnya. Kini ia berada di sebuah tempat yang ia sebut basecamp studio bersama dua orang temannya. Suga dan Rap Monster. Bukan nama asli, hanya nama stage. Hoseok juga punya nama stage, yaitu J-Hope. Bukan tanpa alasan ia memilihi nama seperti itu karena ia adalah anak yang hidup dengan dipenuhi harapan. Entah itu yang semu, ataupun yang ia sendiri juga tidak tahu bagaimana cara untuk menggapai harapan itu.
Ruangan mereka penuh dengan berbagai alat untuk seorang composer, kaca – kaca yang mengelilingi setengah ruangan, dan ada juga tempat mereka tidur. Karena mareka adalah dancer, composer, dan rapper.  
Di tempat ini mereka membuat rap keren sekaligus membuat musiknya, di tempat ini pula J-Hope menciptakan tarian indah yang sering ia tampilkan. Jimin, orang tuanya, hanya tahu bahwa ia sudah berhenti menari. Namun mereka tak tahu seberapa hebat Hoseok saat ini, seorang dancer yang kerap tampil di berbagai acara. Tentu saja keluarganya tak tahu itu, mereka sudah memutuskan untuk menutup semua akses agar tak ada unsur dance di kehidupan mereka. Itu semua untuk apa ? Tentunya hanya untuk Jimin semata. Mereka mengabaikan tokoh lain yang hanya bisa pasrah menerima dan harus mencari tempat lain untuk melakukannya. Terkadang dalam suatu keluarga, yang namanya pilih kasih memang selalu ada. Dan itu memang ada.
Sepucuk surat diletakkan Rap Monster di hadapan Suga dan J-Hope. “Job baru,” Ucapnya singkat.
Suga membelalakkan matanya tak percaya ketika melihat isi dari undangannya.
“Tamu spesial di acara pelepasan SMA ? Woahh daebak... itu artinya kita akan tampil di inti acra ?”
“Ya, kita akan tampil di sana. Bukakah itu sudah bias akita lakukan ? Dan untuk J-Hope kau tidak hanya sebagai rapper melainkan pula sebagai dancer.”
J-Hope hanya diam memandangi suratnya.
“Yakk kau mendengarku tidak ?”
J-Hope tetap saja terdiam.
“Aku akan tampil di acara kelulusan Jimin. Menari di hadapannya. Sesuatu yang selama ini kututupi. Apa bisa ?”
Acara itu diselengarakan seminggu lagi. Hampir setiap hari tiga sekawan itu berada di studio seharian. Mereka bahkan beberapa hari tidur di studio dengan keadaan sangat lelah, lalu bangun dengan kantung mata tebal. Suga tak berhenti berada di depan komputernya untuk membuat instrumen, Rapmonster dengan setia bekerja keras bersama Suga. Dan J-Hope, dia menyerahkan urusan rap dan composing lagu pada kedua temannya. Ia sekarang juga tengah bekerja keras pada tariannya. Karena tak hanya menari, ia juga akan menyanyikan rap bersamaan dengan dancenya.
Dua hari sebelum acara berlangsung, mereka bertiga memutuskan untuk pulang ke rumah karena mereka sudah mendekam di studio selama tiga hari.
“Aku pulang.”
Hoseok masuk ke rumah yang saat ini sepi. Tak ada orang sama sekali di rumah. Ia membuat kopi sebentar lalu membawanya ke dalam kamar. Lalu tak lama kemudian terdengar suara mobil baru datang.
Hoseok melihat dari jendela kamarnya, melihat orang tuanya datang bersama Jimin. Seperti biasa mereka pasti baru saja dari rumah sakit untuk melakukan terapi pada kaki Jimin. Sudah dipastikan mereka pasti lupa dan tidak menyadari atau tidak peduli Hoseok ada di rumah atau tidak, pulang atau tidak. Karena yang mereka pedulikan hanya Jimin.
“Eomma, apa hyung sudah pulang ?” Tanya Jimin
“Tidak tahu, sayang. Dia bisanya hanya keluyuran tidak jelas saja, tidak bisa apa dia menemanimu di rumah. Dasar anak itu,” Ujar Appanya.
Telinga Hosoek tidak tuli. Ia mendengar dengan sangat jelas makian yang terlontar dari appanya. Hoseok tersenyum pahit sambil menerawang ke foto keluarga lamanya. Orang tuanya hanya tidak tahu seberapa hebat anaknya di luar sana. Mereka hanya melihat cover buruk yang sebenarnya sama sekali tidaklah buruk. Mereka tidak bisa melihat peluh dan kerja keras yang selama ini anak mereka lakukan. Dan mereka tidak mencoba untuk menyingkirkan debu yang menutupi hati mereka. Karena mereka tidak perduli akan hal itu. Dan itu yang dirasakan Hoseok saat ini.
Disambarnya pil yang sudah tiga hari tak ia sentuh itu, memutar tutupnya, menuangkan pil itu ke telapak tangannya hingga berjatuhan di lantai. Ia tidak peduli. Yang ia inginkan saat ini adalah menghampiri Eomma nya di dunia bawah sadar, ia ingin mengadu di depan eommanya. Bahwa ia rindu sebuah pelukan. Pelukan yang sanggup membuatnya merasa lebih kuat  dan merasa lebih baik.

***

“Eomma aku tadi salah gerakan. Teman – teman memarahiku karena tidak kompak dan akhirnya kami hanya menjadi juara tiga. Mereka bilang ini adalah salahku.”
Lihatlah anak kecil bernama Jung Hoseok yang tengah merajuh, ia bergelayut manja di lengan eommanya, bibirnya cemberut dengan mata yang hampir menangis. Tidakkah terlihat menggemaskan ?
“Sayang, perlombaan seperti itu tidak hanya ada satu. Ada banyak cara dan kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu. Kau bisa menunjukkan pada mereka kalau kau bisa menjadi lebih baik dan belajar dari kesalahan.” Ucap Eommanya lembut.
Manik mata Hoseok menatap wajah Eommanya dengan tatapan menuntut.
“Apa bisa aku membuktikan itu Eomma ?” Tanya Hoseok lagi.
Eommanya menatap Hoseok dengan tatapan sayang, ia tersenyum untuk memberikan kekuatan pada putranya yang kecewa pada dirinya sendiri. Dan itulah tujuanya berada di sini, memberikan kekuatan untuk putranya. Ia lalu menarik Hoseok kecil ke dalam pelukannya. Tangannya menyisir lembut surai rambut Hoseok, menepuk pelan pungung anaknya sambil tersenyum.
“Setiap orang pasti punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Dan setiap orang juga punya kemampuan untuk memaafkan,” Kini ia merenggangkan pelukannya.
Ditatapnya Hoseok sambil menunjukan senyum di wajah cantiknya.
“Apa kau sudah minta maaf mada temanmu ?” Tanya Eommanya kemudian.
Hoseok menggeleng pelan “Aku takut, mereka sedang marah padaku.”
“Cobalah untuk meminta maaf, mereka pasti mau memaafkanmu. Apa perlu Eomma temani ?”
Akhirnya mereka berjalan masuk ke tempat les dance Hoseok. Di sana masih ada teman – temannya yang menatap Hosoek benci. Namun dengan bantuan Eommanya, tangan mungil itu berhasil menjabat tangan seluruh temannya. Membuat tatapan benci itu berubah menjadi sebuah harapan baru. Harapan agar sesuatu yang salah menjadi lebih baik.
J-Hope
***
Hosoek baru bisa membuka matanya ketika matahari terbit. Ternyata sudah seharian ia terjebak dalam masa lalunya lagi. Dan ia senang akan hal itu. Itu artinya ia lebih lama merasakan kehadiran Eommanya. Setidaknya itu lebih lama dari biasanya.
Ia melihat ponselnya yang ternyata sudah ada 30 panggilan tak terjawab dari suga dan rap monster. Ah tentu saja mereka menelepon Hoseok sebanyak itu, mereka sudah janji akan kembali ke studio tadi malam. Karena mereka harus benar – benar memantapkan semuanya sebelum tampil keesokan harinya. Dan saat ini yang Hoseok rasakan adalah kepalanya yang berdenyut dan juga perutnya yang meronta minta makanan.
Ia berjalan sempoyongan di dapur, mencari sesuatu untuk dimakan. Ah iya ia lupa jika hari ini hari sabtu. Orang tuanya akan pergi ke rumah sakit lagi mengantar Jimin untuk terapi. Dan tentunya mereka berangkat tanpa memperdulikan ada satu lagi anak mereka yang tidak sadarkan diri lantaran meminum pil di kamar. Itu makin membuat Jung Hoseok membeci orang tuanya sendiri. Oh bukan, maksudnya ayah dan ibu tirinya.
Ponselnya berdering dengan tulisan di layar JIMIN. Hoseok mengernyitkan dahinya, pikirnya ada apa adiknya menelepon saat ini.
“Yoboseo.... iya aku sudah bangun.... Ah iya aku sudah makan.... tentu saja aku akan keluar lagi aku ada urusan.... sudahlah fokus saja pada terapimu aku baik baik saja.... iya.... bye....”
Jimin. Satu – satunya keluarga yang tidak bisa ia benci. Meskipun ia yang menyebabkan Hoseok membenci orang tuanya, namun setidaknya Jimin masih peduli padanya. Masih sering menanyakan keadaannya, masih sering menghawatirkannya. Dan setidaknya ia merasakan kasih sayang dari Jimin.
Hoseok kembali melakukan aktivitasnya di studio bersama Suga dan Rap Monster. Hari ini benar – benar harus selesai semuanya. Hoseok sendiri juga sudah tidak sabar ingin menunjukkan sesuatu pada adik tiri kesayangannya di hari kululusan.
Hoseok tidak pulang malam tadi karena mereka harus ke SMA tempat Jimin sekolah untuk melakukan gladi bersih. Acara kelulusan itu terlihat sangatlah special karena persiapannya juga sangat banyak dan membutuhkan waktu yang lama. Ada juga sederet artis yang akan turut meramaikan acara tersebut. Ternyata itu tidak hanya acara kelulusan, acara itu bertepatan dengan hari jadi sekolah. Pantas saja semuanya terlihat sangat megah.
            Hoseok menyempatkan diri untuk mampir ke rumahnya. Sepertinya ia sudah mulai merasakan kecanduan pada pil yang tidak lama ini ia konsumsi. Ia selalu ingin kembali ke masa lalunya setiap saat, ia jadi semakin sering menginginkan wajah eommanya muncul di hadapannya, ia semakin sering untuk ingin melupakan kejadian pahit di dunia nyata.
            Seperti saat ini, tak ada orang yang menyambut kedatangannya di rumah. Rumahnya kosong. Hoseok beranggapan bahwa Jimin, dan kedua orang tuanya sudah berangkat. Dan lagi – lagi tanpa memberi kabar ataupun menanyakan kabar.
            “Kita akan bertemu di sana.”
            Karena suasanya hatinya sedang tidak baik, ia memutuskan untuk memasukkan dua butir pil ke dalam mulutnya lalu menelannya dengan susah payah. Ia seakan tidak peduli dengan efek dari pil itu mengingat acara yang ia hadiri setelah ini.
            Ia merebahkan diri di sofa, ia yakin bisa bangun sebelum acara dimulai siang nanti karea ia hanya minum dua pil saja, ia yakin halusinasinya kali ini tidak akan berlangsung lama.

***

            Terlihat barisan anak – anak sekolah dasar di atas panggung. Tersenyum lebar ke arah kamera, tangan mereka mengangkat trophy dengan tulisan CHAMPION. Gelar yang selama ini mereka inginkan. Suatu alasan mengapa mereka bekerja keras selama ini. Namun, raut wajah Hoseok kembali terlihat gelisah tatkala tak dapat menemukan orang yang ia harapkan untuk datang. Eommanya.
            Hingga saat mereka harus turun dari panggung-pun ia juga masih belum bisa melihat kehadiran eommanya.
            “Eomma masih ada rapat dengan koleganya mungkin.” Ucapnya berusaha menenangkan diri sendiri.
           Dan akhirnya, senyumnya mengembang ketika melihat seseorang wanita membuka pelan pintu di belakang sana. Wanita itu melambai ke arah Hoseok sambil sedikit berlari.
            “Eomma.. aku menang !”
            Kini Hoseok sudah berada di pelukan Eommanya. Tak apa meskipun terlambat, yang terpenting adalah kedatangan eommanya.
            “Maafkan eomma, tadi meetingnya agak lama.”
            “Tidak apa – apa Eomma, nanti bisa dilihat bersama lewat video.”
            “Eomma janji, di penampilanmu selanjutnya eomma akan duduk di kursi paling depan untuk menontonmu dari awal hingga kahir, lalu eomma akan berdiri sambil bertepuk tangan paling keras untukmu.”
            “Janji ?” Jari kelingingkin Hoseok menunggu jawaban jari eommanya.
            “Janji.” Jari kelingking eommanya kini bertautan dengan Hoseok. Menandakan perjanjian yang harus ditepati.
            Namun, tak lama setelah itu, kedua orang tuanya berpisah. Hoseok sering sakit mag hingga saat ini mag-nya semakin parah. Appanya marah lantaran merasa Eomanya tidak bisa menjaga Hoseok dengan baik. Lalu Hoseok memeluk Appanya bermaksud untuk bilang bahwa itu bukan kesalahan eommanya.
            “Appa...” Suaranya tercekat menahan perutnay yang sakit.
            “Akan kucari Ibu yang bis amengurusnya dengan baik. Dan kau! urus saja perusahaanmu. Kejar jabatan yang kau inginkan dengan semua keserakahan yang kau miliki.”
            Hak asuh anak jatuh ke tangan Appanya, akhirnya Hoseok harus berpisah dengan eomma yang selama ini memberikan pelukan hangan untuknya.
            “Eomma masih harus memegang janji itu,” Ucap Hoseok
            “Eomma akan tetap mengingat janji itu. Tunggu Eomma ya, sayang.”
            Itu kata – kata terakhir yang ia dengar dari eommanya, sebelum akhirnya selama bertahun – tahun ia tak lagi bertemu dengan eommanya. Yang ia tahu terakhir kali eommanya sudah menikah dengan lelaki lain dan memiliki anak yang lebih muda dua tahun dari Hoseok. Eommanya sudah berbagi kasih sayang kepada anak lain.

***
            Hosoek terbangun dengan nafasnya yang memburu, dan memang selalu seperti ini. Kepalanya terasa berputar, namun ia masih ingat jika ia harus ke acara kelulusan sekolah Jimin. Dan benar saja, hari sudah siang dan mungkin saja ia akan terlambat.
            Tak butuh waktu lama untuk bersiap diri, ia langsung menuju mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi.
            Di tengah perjalanan, berkali – kali ada panggilan dari nomor yang tak dikenal. Karena merasa tidak penting ia tidak mengangkatnya dan menjawab telepon dari Suga.
            “Yoboseo... iya aku dalam perjalanan tapi akag macet... tidak, aku tidak akan terlambat, tenang saja... iya.”
            Hoseok tiba di tempat agak terlambat, kecelakaan yang katanya masih baru saja terjadi tadi pagi masih saja belum selesai hingga menimbulkan kemacetan yang sagat panjang dan lama.
            “Mian.. tadi ada kecelakaan di jalan,” Ucap Hosoek ketika menemui teman – temannya di backstage.
            “Kau tahu ? Kita hampir saja tampil berdua kalau kau tidak bisa datang. Dna kau tahu apa artinya itu ? Disaster !” Ucap Suga sambil menekankan kata DISASTER padanya.
            “Ya mau bagaimana lagi, lagipula dia kan sudah ada di sini,” Ucap Rapmonster menengahi.
            “Yoi Ma Brooo !” Hoseok menepuk keras pundak Rap Monster karena marasa telah di bela.
            “Yess...” Rap Monster membalas menepuk pundak Hoseok dengan lebih keras, alhasil kini malah Hoseok yang meringis kesakitan.
            Oh tidak, namanya bukan Jung Hoseok kali ini, melainkan J-Hope.
            Para kru belakang layar sudah mengisyaratkan mereka bertiga untuk segera ke atas panggung. Dengan microphone di tangan masing – masing, topi khas rapper, dan kaos hitam senada mereka naik menggetarkan panggung, menuai sorak dari para murid SMU yang sudah menanti penampilan mereka.
            J-Hope bisa mendengar dengan jelas seseorang meneriaki namanya.
            “Hoseok Hyung !!!”
            Matanya menemukan seseorang yang meneriaki namanya itu, seorang pria dengan seragam kelulusanya, sambil memegang ponsel seperti sedang merekam. Pria itu melambai senang ketika manik mereka bertemu.
            “Ah, kau di sana rupanya,” Ucapya dalam hati seraya tersenyum ke arah Jimin.
            Penampilan mereka membuat mulut menganga saking bagusnya. Suga dan Rapmonster turun meninggalkan J-Hope yang masih akan melanjutkan penampilan dance.
            J-Hope sudah membuka jaketnya dan berganti mengenakan baju putih polos. Dengan sekejap mimiknya berubah seiring dengan musik yang diputar.

Eoduwojyoeo ga nae miraeui bit
Chigi orin sarange ilheun kkumui gil
Nae yamangui dokgi maeil kareul garatji
But chameul su eopneun nae yoksime
Kareun mudyeojyeo
Algo isseo da

Pikirannya melayang kemana – mana, ia membayangkan ada Jimin yang turut menari bersamanya. Namun ia juga tengah menghadapi kenyataan bahwa ia hanya bisa melihat Jimin yang duduk di bangku penonton sambil terus berteriak paling keras untuknya.
            Oh Tidak, efek obat yang ia minum tadi tiba – tiba terasa lagi, kepalanya mulai berdenyut kembali, ia berusaha agar menjaga pandangannya tetap terjaga, ia juga tetap mencoba berkonsentrasi untuk merasakan irama musik dan juga memastikan tak ada yang salah dengan tariannya.

It’s too evil
It’s too evil
It’s too evil
Yeah It’s evil

            Kepalanya terasa berputar hebat kali ini. Ia tak berhenti menyumpah pada dirinya sendiri yang meminum pil itu tadi pagi dan mengacaukan penampilannya. Tapi beruntung ia bisa melakukannya sampai akhir.
            “J-Hope !!”
            Suara itu... J-Hope mendengarnya, seakan ia sangat merindukan suara tersebut, dan ia memang merindukan suara serta pemiliknya.
            Di bangku penonton paling depan, seorang wanita berpakaian kantor berdiri, bertepuk tangan serta berteriak paling keras untuknya. J-Hope bisa melihat wanita itu tersenyum lebar untuknya, bibir wanita itu bergetar, matanya berkaca – kaca, J-Hope merasakan kembali kehadirannya, wanita yang ia rindukan. Seseorang yang selalu ia nanti kehadirannya.
“Eomma ?”
            BRUK
            J-Hope tak dapat lagi menahan sakit yang ia rasakan hingga saat ini, masih di atas panggung lalu limbung begitu saja. Membuat orang – orang riuh bertanya – tanya apa yang terjadi. Matanya belum tertutup, kesadarannya masih belum hilang. Ia bisa melihat Eommanya yang panik naik ke atas panggung dengan tatapan khawatir.
            “Jung Hoseok...”
            Ia berada sangat dekat dengan Eommanya saat ini, ia bisa merasakan tangan Eommanya menyentuk kepalanya,mengusap rambutnya dengan khawatir. J-Hope tersenyum menyadari hal itu, setelah sekian lama, kini mereka bertemu kembali, dan yang terpenting saat ini adalah, Eommanya kembali menghawatirkannya.
            “Hyung !!”
            Dan kini ia melihat seseorang berlari ke arahnya, menubruk tubuhnya dengan wajah panik.
            “Hyung ! Kau kenapa ?”
            “Jimin.. kau berlari ?”
            J-Hope pastikan ia masih bisa melihat meskipun samar – samar, tapi ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Park Jimin berlari ? apa kini ia kembali dalam halusinasinya ? Ia benar – benar melihat Jimin berlari yang sekarang menatapnya khawati.
            Kepalanya makin terasa berat, ia juga semain tak dapat melihat apapun, hanya ada samar – samar dua orang di depannya terus memanggil namanya, sampai akhirnya ia tak merasakan apa – apa lagi.
            Jung Hoseok membuka mataya perlahan, merasakan sorot lampu yang langsung menyerang indera penglihatnya. Ia melihat sesuatu menempel pada tangannya, menyambung dengan selang infus. Tak prlu diberi tahu lagi ia sudah tahu dimana ia berada. Hoseok mengela nafas berat mencoba mengingat – ingat apa yang telah terjadi. Seingatnya, kemarin sore ia baru saja tampil di acara kelulusan, lalu menampilkan dance, lalu...
            Hoseok terbelalak tak percaya, ia masih tidak yakin dengan apa yang terjadi. Apakah itu kenyataan atau han ya halusinasinya belaka mengingat pagi itu ia kembali meminum pil yang selalu ia gunakan untuk berlari ke masa kecilnya.
            Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sehingga mengabaikan seseorang yang dari tadi melempar senyum ke arahnya.
            “Overdosis.” Ucap wanita itu mengejutkan Hoseok “Apa yang kau lakukan selama ini, nak ?” Lanjutnya.
            Hoseok tidak percaya siapa yang kini berada di hadapannya. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau sedih, sungguh ia ingin sekali memeluk wanita di depannya, menangis dalam pelukannya, sambil mengatakan bahwa ia sangat rindu.
            “Eomma...”
            “Bogosipheo...”
            Eomma menunjuk tabung berisi pil yang selama ini Hoseok konsumsi.
            “Untuk apa kau menyentuh benda seperti ini ? Ada apa denganmu ?” Kini bulir – nulir bening mulai turun di pipin Eommanya.
            “Aku hanya mencoba untuk bertemu dengan Eomma,” Jawab Hoseok.
            Tak perlu dijelaskan lagi untuk apa Hoseok mengkonsumsi pil tersebut, pastinya dokter juga sudah memberikan informasi yang cukup jelas pada eommanya. Jika tidak pasti eommanya tidak akan menangis saat ini.
            “Kau tahu Jimin ?”
            Hoseok merasa ada yang tidak beres ketika eommanya menyebut nama adik tirinya itu dengan tiba – tiba.
            “Kemarin pagi Jimin, appamu, dan ibu tirimu mengalami kecelakaan. Appa dan Ibu tirimu sudah tak dapat diselamatkan ketika masih di tempat kejadian. Sebenarnya Jimin masih bisa diselamatkan, namun sore hari Jimin menghenbuskan nafas terakhirnya.”
            Bagaikan dihantam oleh sesuatu yang sangat besar. Eommanya pasti bercanda akan hal ini. Apa lagi yang ia hadapi kali ini ? Bukankan kemarin ia dengan sangat jelas melihat jimin hadir dalam acara kelulusan ? Ia bahkan dengan sangat jelas mendengar teriakan Jimin yang paling keras yang bangku penonton.
            Lalu ia mulai mengingat kepingan kejadian yang sama sekali tidak ia sadari. Ketika pagi ia terbangun, tak ada orang di rumah, keluarganya sudah berangkat mengantar Jimin ke acara kelulusannya. Ketika ia beragkat jalanan sangat macet akibat kecelakaan yang terjadi saat pagi, dan eommanya bilang kalau keluarganya kecelakaan pagi hari pula. Ia juga mendapat belasan panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal yang ia abaikan begitu saja sebelum akhirnya ia menerima panggilan dari Suga, yang sebenarnya itu adalah panggilan dari pihak rumah sakit. Ketika tampil ia melihat Jimin duduk di bangku menonton tanpa kursi rodanya, ia melihat Jimin menggerakkan kakinya dengan leluasa, namun sebenarnya tak ada Jimin di sana. Ketika ia ambruk di atas panggung ia melihat Jimin berlari ke arahnya, itu artinya Jimin ingin mengucapkan selamat tinggal untuknya. Jimin sudah terbebas dari kelumpuhan yang selama ini mengurungnya, sekaligus nyawanya yang berlari dari raganya saat itu juga.
            Hoseok merutuki dirinya, menyumpah pada dirinya sendiri, berkata betapa bodohnya dia. Bagaimana bisa ia sama sekali tidak menyadari hal yang sebenarnya terjadi. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh, tangannya mengepal erat, sungguh ia ingin memukul dirinya sendiri saat ini. Kakak macam apa yang tidak berada di samping keluarganya ketika mereka sedang sekarat.
            Hoseok menyambar pil yang berada di tangan eommanya. Membukanya dengan susah payah lalu menuangkan pil itu ke tanganya hingga berjatuhan di lantai. Belum sempat pil itu memasuki gerbang mulutnya, pil itu sudah berjatuhan berhamburan di kasur.
            “Apa kau menyalakan dirimu saat ini Hoseok ?” Tangan Eommanya menahan tangan Hoseok agar tidak memakan pil itu. Ia tak akan membiarkan Hosoek melanjutkan hidupnya dengan penuh penyesalan seperti itu terus (lagi).
            “Aku ingin bertemu Jimin... Lepaskan tanganku !” Hosoek mengibaskan tangan eommanya dengan kasar hingga eommanya terhuyung ke belakang.
            “Eomma...” Teriak Hoseok ketika melihat Eommanya yang terjatuh akibat ulahnya.
            Hoseok langsung turun mengabaikan bagaimana tangannya yang mengeluarkan darah karena infusnya tertarik begitu saja mengakibarkan darah mengucur di tangannya.
            “Mianhae Eomma...”
           Hoseok kini memeluk eommanya yang terduduk. Dibalas dengan pelukan hangan seorang ibu untuk anaknya.
            Akhirnya ia merasakannya lagi, pelukan yang ia rindukan.
            “Eomma akan membantumu keluar...”
            Kini tangan eommanya mengusap lembut kepala Hoseok, menariknya lebih dalam ke dalam pelukannya untuk merasakan lebih banyak kasih sayangnya. Hoseok kembali merasakan bagaimana rasanya menangis dalam pelukan eomma  yang sudah lama tak ia dapatkan. Ia merasakan kembali belaian lembut dari seorang eomma.
            “Tinggallah bersama eomma, eomma tidak akan meninggalkanmu lagi. Dan jangan lagi kau sentuh pil itu lagi, Arraseo ?”
            “Bantu aku eomma...” Ucapnya masih dalam pelukan Eommanya.
            “Pasti, sayang. Pasti eomma akan membantumu. Ayo kita temukan jalan keluar bersama – sama, Jimin juga pasti akan senang melihatnya.”
            Dalam pelukan Eommanya, senyum Hosoek telah kembali meskipun air matanya kini juga semakin deras. Ia tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi, sesuatu yang selalu ia inginkan, dan sekarang benar – benar terwujud. Ia juga akan berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu ada untuk eommanya, tak akan ia biarkan hal yang lama terulang kembali.

Hey mama
Ijen naege gidaedo dwae eonjena yeope
Hey mama
Naege akkimeopsi jusyeossgie
Beotimmogieossgie
Hey mama
Ijen adulnaemi  mideumyeon dwae
Useumyeon dwae
Hey Mama
Hey Mama

Sesangeul neukkige hajeun geudaega mandureojun sum
Oneulttara mundeuk deo ango sipen pun
Ttang wi geu mueosi nopda hario
Haneul mit geu mueosi neolpda hario
Ojik hana eomma soni yakson
Geudaeneun yeongwonhan namanui placebo

I Love You Mom

(Translate)
Hey mama
You can now lean on me
I’ll be always next to you
Hey Mama
Because you generously gave me and you were my support
Hey Mama
Now you can balieve in your son, you can smile
Hey Mama
Hey Mama

The breath you made for me
Is what let me feel the world
For some reason, today
I want to be embraced in your arms
What is so hight abovethe ground
What is so wide beneath the sky
Only one, mother’s hand is a healing hand
You are my only placebo forever

I Love Mom
             


Hai hai... dalam postingan kali ini saya bikin fanfiction tentang J-Hope. Kayak ff sebelumnya, ada sedikit cuplikan lagu solo J-Hope di sini. Dan kalian bisa langsung nonton J-Hope nari boy meet evil di youtube, dijamin keren lah pokoknya !! 

Jangan lupa kunjungi wattpad saya ->> @Tuanputri01 kalian akan nemu ff lain karya saya.
Sorry kalau banyak typo. Maklumin lah yaaa


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa SMA Banyak Tugas ?

Hai para pengunjung...  krik krik  Hari ini saya akan membahas mengenai apa yang saya alami d SMA dan mungkn teman - teman di luar sana juga mengalami. Atau mungkin bertanya - tanya seperti saya. Saya sekarang masih kelas 10 di SMA N 1 Trenggalek. Perjuangan masuk di SMA N 1 Trenggalek lumayan berat tapi beruntung bisa masuk lewat jalur Olimpiade. Entah keajaiban apa saya bisa masuk 15 besar dari ratusan pendaftar. Mungkin karena membaca Yasin setiap hari dan tentunya belajar dong ya... Katanya sih, SMA itu asik, berkesan, dan tentunya sangat berbeda dengan SMP. Memang saya mulai merasakan dari teman. Teman - teman di SMA itu asik asik arena udah gede kali ya, pikiran juga udah nyambung dan lebih mandiri. Kalau ada kegiatan apa gitu pasti ada yang mengkoordinir, nggak kayak SMP yang kalang kabut. Dan di SMA juga saya merasakan jadi pemenang, Karena di SMP sebelumnya kelas saya tidak pernah mendapat juara di classmeeting atau yang lainnya. Dan senangnya saya ikut berpartisipa

FIRST LOVE ( SUGA BTS )

First Love #Suga Fanfiction# Nae gieogui guseok Han kyone jaribaneun galsaek piano Eoril jok jip anui guseok Han kyone jarijabeun galsek piano The corner of my memory A brown piano settled on one side In the corner of my childhood hoouse A brown piano settled on one side ~Suga BTS : First Love~ Kesuksesan boyband Bangtan Sonyeondan a.k.a BTS sudah tidak perlu diragukan lagi, penggemar mereka tidak hanya dari Korea saja, melainkan juga dari berbagai negara di luar sana. Apalagi mereka juga baru saja melakukan comeback-nya dan sebentar lagi BTS akan melakukan tour untuk promosi album sekaligus menghibur Army yang sudah menunggu di luar sana. ‘Lagu itu sangat menyetuh sekali, aku seakan tahu apa yang ia rasakan’ ~@princess09~ ‘Dengarkan desahan nafasnya yang begitu sexy, oh Tuhan... ‘ ~@suga’swife~ ‘Aku penasaran siapa fisrt love nya’ ~@istrisugadariindonesia~  ‘Aku pikir dia akan bernyanyi di lagu ini, ternyata dia tetap istiqomah dengan rap-ny

LO Amatiran di Debate Competition

Hai pengunjung... krik..krik.. Akhirnya bisa kembali ngeblog lagi. Setelah vakum lebih dari 2 minggu persiapan sekaligus UKK. Dan yang menyakitkan lagi ketika lihat daftar statistik pengunjungnya semakin menurun. Hiks... tapi nggak papa suetelh ini pasti banyak lagi.  Jadi hari jumat tanggal 20 lalu ada debate competition di kabupaten. Acara itu buat memperingati 100 hari bupati Trenggalek ( Pak Emil ) menjabat sebagai bupati. Nah, kan banyak kegiatan yang diadakan ada pesta rakyat, pensi, letto band, lampion, marcing band, dan entah apalah apalah itu lainnya. Parahh kegiatannya pas SMA lagi UKK. Kok jadi ngomongin itu ya, kan mau nyeritain pengalaman jadi LO ( Liaison officer ). Malah nggak cocok sama judulnya.  Oke lets start right now ! Saya ini kan tergabung sebagai speech candidate di sekolah saya, sebenarnya sih disuruh pindah haluan ke debate tapi nanggung udah sampai sini mau belajar debate takut udah telat. Lagian debate juga susah sih !  Ada 25 sekolah